Thursday, October 28, 2010

ekonomi uang dan bank

SEJARAH EKONOMI INDONESIA
Pemerintahan Orde Lama
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti dalam prakteknya Indonesia sudah bebas dari Belanda dan bisa member perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Karena hingga menjelang akhir 1940-an, Indonesia masih menghadapi dua peperangan besar dengan Belanda, yakni pada aksi Polisi I dan II. Setelah akhirnya pemerintahan Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia, selama decade 1950-an hingga pertengahan tahun 1965, Indonesia dilanda gejolak politik di dalam negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah, seperti di Sumatera dan Sulawesi. Akibatnya, selama Pemerintahan Orde Lama, keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun hampir 7% selama decade 1950-an, dan setelah itu turun drastic menjadi rata-rata per tahun hanya 1,9
% atau bahkan nyaris mengalami stagflasi selama tahun 1965-1966. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestic bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%.
Selain laju pertumbuhan ekonomi yang menurun terus sejak tahun 1958, defisit saldo neraca pembayaran (BOP) dan defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintahan (APBN) terus membesar dari tahun ke tahun.
Selain tu, selama periode Orde Lam, keiatan paroduksi di sector pertanian dan sector industry manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik maupun nonfisik seperti pendanaan dari bank. Akibat rendahnya volume produksi dari sisi suplai dan tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat mengakibatkan tingginya tingkat inflasi yang sempat mencapai lebih dari 300% menjelang akhir periode Orde Lama.
Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama terutama disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik, maupun nonfisik selama pendudukan Jepang, Perang Dunia II, dan perang revolusi, serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah), ditambah lagi dengan manajemen ekonomi makro yang sngat jelek selama rezim tersebut. Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan social dalam negeri ini sangat sulit sekali bagi pemerintah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.
Kebijakan ekonomi paling penting yang dilakukan Kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional yang pada saat itu masih gukden dan pemotongan uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar pada bulan Maret 1950 yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari 2,50 gulden Indonesia. Pada masa Kabinet Natsir (cabinet pertama dalam Negara kesatuan Republik Indonesia), untuk pertama kalinya dirumuskan suatu perencanaan pembangunan ekonomi, yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP). RUP ini digunakan oleh cabinet berikutnya merumuskan rencana pembangunan ekonomi lima tahun (yang pada masa Orde Baru dikenal dengan singkatan Repelita). Pada masa Kabinet Sukiman, kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan system kurs berganda. Pada masa Kabinet Wilopo, langkah-langkah konkret yang diambil untuk memulihkan perekonomian Indonesia saat itu diantaranya untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep anggaran berimbang dalam APBN, memperketat impor, malakukan “rasionalisasi” angkatan bersenjata melalui medernisasi dan pengurang jumlah personil, dan pengiritan pengeluaran pemerintah. Pada masa Kabinet Ami I, hanya dua langkah konkret yang dilakukan dalam bidang ekonomi walaupun kurang berhasil, yakni pembatasan impor dan kebijakan uang ketat. Selama Kabinet Burhanuddin, tindakan-tindakan ekonomi penting yang dilakukan termasuk diantaranya adalah liberalisasi impor, kebijkan uang ketat untuk menekan laju uang beredar, dan penyempurnaan Program Benteng, mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan modal (investasi) asing masuk ke Indonesia, pemberian bantuan khusus kepada pengusaha-pengusaha pribumi, dan pembatalan (secara sepihak) persetujuan Konferensi Meja Bundar sebagai usaha untuk menghilangkan system ekonomi colonial atau menghapuskan dominasi perusahaan-perusahaan Belanda dalam perekonomian Indonesia.
Berbeda dengan cabinet-kabinet sebelumya di atas, pada masa Kabinet Ali I, praktis tidak ada langkah-langkah yang berarti, selain mencanangkan sebuah rencana pembangunan baru dengan nama Rencana Lima Tahun 1956-1960. Kurang aktifnya cabinet ini dalam bidang ekonomi disebabkan oleh keadaa politik di dalam negeri yang mulai goncang akibat bermunculan tekanan-tekanan dari masyarakat daerah-daerah di luar Jawa yang selama itu tidak merasa puas dengan hasil pembangunan di tanah air. Ketidakstabilan politik di dalam negeri semakin membesar pada masa Kabinet Djuanda, sehingga praktis cabinet ini juga tidak bisa berbuat banyak bagi pembangunan ekonomi. Perhatian sepenuhnya dialihkan selain untuk menghadapi ketidakstabilan politik di dalam negeri juga pada upaya pengambilan wilayah Irian Barat dari Belanda. Pada masa Kabinet Djuanda juga dilakukan pengambilan (nasionalisasi) perusahaan-perusahaan Belanda.
Dilihat dari aspek politiknya selama Orde Lama, dapat dikatakan Indonesia pernah mengalami system politik yang sangat demokratis, yakni pada periode 1950-1959, sebelum diganti dengan periode demokrasi terpimpin. Akan tetapi sejarah Indonesia menunjukkan bahwa system politik demokrasi tersebut ternyata menyebabkan kehancuran politik. Konflik politik tersebut berkepanjangan sehingga tidak memberi sedikit pun kesempatan untuk membentuk suatu cabinet pemerintah yang solid dan dapat bertahan hingga pemilihan umum berikutnya. Pada masa politik demokrasi tu (demokrasi parlemen), tercatat dalam sejarah bahwa rata-rata umur setiap cabinet hanya satu tahun saja. Waktu yang sangat pendek dan disertai dengan banyaknya keributan tenang bagi pemerintah yang berkuasa untuk memikirkan bersama masalah-masalah social dan ekonomi yang ada pada saat itu, apalagi menyusun suatu program pembangunan dan melaksanakannya.
Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sector formal / modern seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersil yang memiliki kontribusi lebih besar daripada sector informal / tradisional terhadap output nasional atau PDB didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing kebanyakan berorientasi ekspor. Pada umumnya kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing tersebut relative lebih padat capital dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang didominasi oleh pengusaha pribumi dan perusahaan-perusahaan asing tersebut beralokasi di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya.
Struktur ekonomi seperti yang digambarkan di atas, yang boleh Boeke (1954) disebut dual socities, adalah salah satu karakteristik utama dari LDCs yang merupakan warisan kolonialisasi. Dualisme di dalam suatu ekonomi seperti ini terjadi karena biasanya pada masa penjajahan pemerintah yang berkuasa menerapkan diskriminasi dalam kebijakan-kebijakannya, baik yang bersifat langsung, seperti mengeluarkan peratura-peraturan atau undang-undang, maupun yang tidak langsung. Diskriminasi ini sengaja diterapkan untuk membuat perbedaan dalam kesempatan melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu antara penduduk asli dan orang-orang nonpribumi / nonlocal.
Keadaan ekonomi Indonesia, terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap semua perusahaan asing Belanda, menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan ekonomi semasa penjajahan Belanda, ditambah lagi dengan peningkatan inflasi yang sangat tinggi pada decade 1950-an. Pada masa pemerintahan Belanda, Indonesia memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan tingkat inflasi yang sangat rendah dan stabil, terutama karena tingkat upah buruh dan komponen-komponen lainnya dari biaya produksi yang juga rendah, tingkat efisiensi yang tinggi di sector pertanian (termasuk perkebunan), dan nilai mata uang yang stabil.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang dilakukan pada tahun 1957 dan 1958 adalah awal periode ‘Ekonomi Terpimpin’. System politik dan ekonomi pada masa Orde Lama, khususnya setelah ‘Ekonomi Terpimpin’ dicangangkan, semakin dekat dengan haluan / pemikiran sosialis / komunis. Walaupun ideology Indonesia adalah Pancasila, pengaruh ideology komunis dan Negara bekas Uni Soviet dan Cina sangat kuat. Sebenarnya pemerintah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya yang memilih haluan politik berbau komunis, hanya merupakan suatu refleksi dari perasaan antikolonialisasi, antiimprelisasi, dan antikapitalisasi pada saat itu. Di Indonesia pada masa itu, prinsip-prinsip individualism, persaingan bebas, dan perusahaan swasta / pribadi sangat ditentang, karena oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya, prinsip-prinsip tersebut sering dikaitkan dengan pemikiran kapitalisme. Keadaan ini membuat Indonesia semakin sulit mendapat dari Negara-negara Barat, baik dalam bentuk pinjaman maupun penanaman modal asing (PMA), sedangkan untuk membiayai rekonstruksi ekonomi dan pembangunan selanjutnya, Indonesia sangat membutuhkan dana penanaman modal asing di Indonesia berasal dari Belanda, yang sebagian besar untuk kegiatan ekspor hasil-hasil perkebunan dan pertambangan serta untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang terkait.
Selain kondisi politik di dalam negeri yang tidak mendukung, buruknya pereknomian Indonesia pada masa pemrintahan Orde Lama juga disebabkan oleh keterbatasan factor-faktor produksi, seperti orang-orang dengan tingkat kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan pendidikan / keterampilan yang tinggi, dana (khususnya untuk membangun infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh industry), teknologi, dan kemampuan pemerintah sendiri untuk menyusun rencana dan strategi pembangunan yang baik. Menurut pengamatan Higgins (1957), sejak cabinet pertama dibentuk setelah merdeka, pemerintah Indonesia memberikan prioritas pertama terhadap stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi, pembangunan industry, unifikasi dan rekonstruksi. Akan tetapi, akibat keterbatasan akan factor-faktor tersebut diatas dan dipersulit lagi oleh kekacauan politik nasional pada masa itu, akhirnya pembangunan atau bahkan rekonstruksi ekonomi Indonesia setelah perang revolusi tidak pernah terlaksana dengan baik.
Pada akhir September 1965, ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak peristiwa berdarah tersebut terjadi suatu perubahan politi yang drastic di dalam negeri, yang selanjutnya juga mengubah system ekonomi yang dianutu Indonesia pada masa Orde Lama, yakni dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semikapitalis (kalau tidak, dapat dikatakan ke system kapitalis sepenuhnya). Sebenarnya perekonomian Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 menganut suatu system yang dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan ideology Pancasila. Akan tetapi, dalam praktek sehari-hari pada masa pemerintahan Orde Baru dan hingga saat ini, pola perekonomian nasional cenderung memihak system kapitalis, seperti di Amerika Serikat (AS) atau Negara-negara industry maju lainnya. Karena pelaksanaannya tidak baik, maka mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di tanah air yang terasa semakin besar hingga saat ini, terutama setelah krisis ekonomi.
Pemerintahan Orde Baru
Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan social di tanah air. Pemerintahan Orde Baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat dan menjauhi pengaruh ideology komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter International (IMF).
Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, social, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan lima tahun (Repelita) secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai oleh Negara-negara Barat. Menjelang akhir tahun 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB (Bank Pembangunan Asia) dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut Inter-Government Group on Indonesia (IGGI), yang terdiri atas sejumlah Negara maju, termasuk Jepang dan Belanda, dengan tujuan membiayai pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam waktu yang relative pendek setelah melakukan perubahan system politiknya secara drsatis, dari yang ‘pro’ menjadi ‘anti’ komunis, Indonesia mendapat bisa mendapat bantuan dana dari pihak Barat. Pada saat itu memang Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang sangat anti komunis dan sedang berusaha secara serius melakukan pembangunan ekonominya yang kelihatan jelas di mata kelompok Negara Barat.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menganggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran.
Beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar suatu usaha membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik, yaitu sebagai berikut.
1. Kemauan politik yang kuat
Pada masa Orde Lama, mungkin karena Indonesia baru saja merdeka, emosi nasionalisme baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat masih sangat tinggi, dan yang ingin ditonjolkan pertama kepada kelompok Negara-negara Barat adalah “kebesaran bangsa” dalam bentuk kekuatan militer dan pembangunan proyek-proyek mercusuar.
2. Stabilitasi politik dan ekonomi
pemerintahan Orde Baru berhasil dengan baik menekan tingkat inflasi dari sekitar 500% pada tahun 1966 menjadi hanya sekitar 5% hingga 10% pada awal decade 1970-an. Pemerintahan Orde Baru juga berhasil menyatukan bangsa dan kelompok-kelompok masyarakat serta menyakinkan mereka bahwa pembangunan ekonomi dan social adalah jalan satu-satunya agar kesejahteraan masyarakat di Indonesia dapat meningkat.
3. Sumber daya manusia yang lebih baik
Dengan SDM yang semakin baik, pemerintahan Orde Baru memiliki kemampuan untuk menyusun program dan strategi pembangunan dengan kebijakna-kebijakn yang terkait serta mampu mengatur ekonomi makro secara baik.
4. System politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat
Pemerintahan Orde Baru menerapkan system politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat. Hal ini sangat membantu, khususnya dalam mendapatkan pinjaman luar negeri, penanaman modal asing, dan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.
5. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik
Selain oil boom, juga kondisi ekonomi da politik dunia pada era Orde Baru, khususnya setelah perang Vietnam berakhir atau lebih baik daripada semasa Orde Lama.
Akan tetapi, hal-hal positif yang diterangkan di atas tidak mengatakan bahwa pemerintahan Orde Baru tanpa cacat. Kebijakan-kebijakan ekonomi selama masa Orde Baru memang telah menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta fundamental ekonomi yang rapuh.

sumber : google dan wikipedia
kesimpulan :
Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama terutama disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik, maupun nonfisik selama pendudukan Jepang, Perang Dunia II, dan perang revolusi, serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk sejumlah pemberontakan di daerah), ditambah lagi dengan manajemen ekonomi makro yang sngat jelek selama rezim tersebut. Dapat dimengerti bahwa dalam kondisi politik dan social dalam negeri ini sangat sulit sekali bagi pemerintah untuk mengatur roda perekonomian dengan baik.

Pola Kegiatan Perekonomian

Secara garis besarnya, sistem ekonomi (sistem pengaturan kegiatan ekonomi) dapat dibedakan kepada tiga bentuk: ekonomi pasar, ekonomi campuran dan ekonomi perencanaan pusat. Ekonomi pasar adalah perekonomian yang kegiatannya dikendalikan sepenuhnya oleh interaksi antara pembeli dan penjual di pasar. Ekonomi campuran adalah sistem ekonomi pasar yang disertai campur tangan pemerintah. Sedangkan sistem ekonomi perencanaan pusat adalah sistem ekonomi yang kegiatannya diatur sepenuhnya oleh pemerintah.

Sebagai besar negara yang ada di dunia ini menggunakan sistem ekonomi campuran, yaitu sistem perekonomian pasaran yang disertai campur tangan pemerintah, dalam mengatur kegiatan ekonominya. Apabila diperhatikan corak kegiatan ekonomi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman Barat dan Inggris, maka dengan jelas akan dapat dilihat bahwa kegiatan ekonomi individu dan perusahaan swasta merupakan factor yang terutama dalam menentukan corak kegiatan ekonomi di negara-negara tersebut. Akan tetapi di samping itu dengan jelas dapat pula dilihat bahwa pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat. Juga di negara-negara berkembang seperti India, Malaysia, Filipina dan negara kita sendiri, pola kegiatan ekonomi yang seperti ekonomi yang seperti itu dapat dengan jelas dilihat.

Oleh karena sistem ekonomi campuran adalah sistem ekonomi yang dipraktekan di banyak negara, termasuk negara kita, maka cirri-ciri dan corak kegiatan dari sistem ekonomi tersebut perlu dikenal dengan sebaik-baiknya. Pertama, hal tersebut bermanfaat karena kita akan dapat melihat bagaimana suatu perekonomian yang kita kenal sehari-hari berfungsi dan menjalankan kegiatannya. Selanjutnya, ia perlu pula dikenal karena analisis-analisis ekonomi biasanya menganggap bahwa sitem ekonomi yang wujud adalah sistem ekonomi campuran. Kebanyakan analisis ekonomi bermula dari pemisalan bahwa pemerintah tidak melakukan campur tangan dalam perekonomian. Tetapi pada akhirnya selalu ditunjukkan bagaimana pemerintah mempengaruhi kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat.

Bab ini akan menerangkan bagaimana suatu sitem ekonomi campuran berfungsi dan menjalankan kegiatannya. Terlebih dahulu akan diterangkan bagaimana suatu perekonomian uang berfungsi. Sesudah itu akan diterangkan pelaku-pelaku utama kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat. Uraian dalam bab ini seterusnya menujukan (i) interaksi antara pelaku kegiatan ekonomi dalam sistem pasar, (ii) kebaikan dan keburukan sistem pasar, dan (iii) peranan pemerintah dalam memperbaiki efisiensi sistem pasar.

Uang, Perdagangan Dan Spesialisasi

Perekonomian dunia telah mengalami perubahan yang sangat drastic dalam dua setengah abad belakangan ini. Mula-mula perubahan tersebut terutama berlangsung di negara-negara maju. Akan tetapi semenjak Perang Dunia Kedua banyak negara berkembang juga mengalami perubahan corak kegiatan ekonomi yang sangat nyata. Dalam berbagai corak kegiatan perekonomian tersebut kegiatan ekonomi tidak lagi ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, akan tetapi terutama dilakukan untuk memenuhi keinginan-keinginan yang wujud di pasar. Di samping itu unit-unit produksi telah sanggup mengembangkan teknik produksi yang modern sehingga mereka dapat menyediakan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dalam jumlah yang sangat besar. Barang-barang tersebut bukan saja dijual secara terbatas dalam suatu pasar tertentu tetapi terutama dijual ke berbagai pelosok negara dan sering pula ke luar negeri. Kegiatan perdagangan yang bertambah efisien selanjutnya menimbulkan pula perkembangan spesialisasi dalam kegiatan memproduksi. Bertambah pentingnya peranan perdagangan dan spesialisasi kegiatan memproduksi merupakan cirri penting dari suatu perekonomian modern.

Produksi untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri

Dalam perekonomian yang masih primitive, yang lebih lazim dikenal sebagai perekonomian subsisten, unit-unit produksi terutama terdiri dari keluarga petani tradisional. Petani seperi itu menggunakan cara dan alat bercocok tanam yang masih sederhana. Tingkat produktifitas kegiatan mereka relative rendah dan tingkat produksi hanya cukup untuk kehidupan yang sederhana. Jarang sekali terdapat kelebihan (surplus) produksi yang dapat dijual ke pasar. Kegiatan ekonomi lainnya yang penting adalah berburu dan menangkap ikan. Kegiatan menghasilkan barang-barang industry sangat terbatas sekali. Dalam perekonomian subsisten kegiatan perdagangan sudah berlaku tetapi dalam skala yang terbatas. Hanya sebagaian kecil saja produksi masyarakat yang diperdagangakan.

Perdagangan Barter

Dalam perekonomian subsisten yang masih sangat primitive, perdagangan dilakukan secara barter, yaitu perdagangan secara pertukaran barang dengan barang. Dalam perdagangan seperti itu haruslah wujud keadaan dimana (i) seseorang ingin menukar barang yang dihasilkannya dengan suatu barang lain, dan (ii) seorang lain memproduksi barang yang diingini orang yang pertama dan bersedia menukarkan barang tersebut dengan yang dihasilkan oleh orang yang pertama. Dengan demikian dalam perdagangan barter harus terdapat dua keinginan yang saling bersesuaian dan keadaan ini dalam istilah Inggrisnya dinamakan double coincidence of wants atau kesesuaian ganda dari keinginan. Syarat ini menyebabkan perdagangan barter tidak dapat dilaksanakan seluas perdagangan yang dilakukan dalam perekonomian yang modern dimana uang digunakan sebagai alat perantaraan tukar menukar.

Pola Perdagangan Perekonomian Subsisten

Pada masa sekarang ini perdagangan secara barter tidak banyak lagi dilakukan. Pada kebanyakan perekonomian subsisten, uang telah digunakan sebagai alat perantaraan dalam tukar menukar. Apabila uang digunakan dalam kegiatan perdagangan, masalah yang diterangkan di atas tidak akan tibul dan oleh karena itu kegiatan perdagangan dapat dilakukan dengan lebih lancer. Dengna adanya uang maka langkah yang harus menjual hasil produksinya di pasar dan dengan menggunakan uang yang diperoleh dari hasil penjulan tersebut orang itu sekarang dapat membeli barang yang dingininya. Dengan demikian “kesesuaian ganda dari kenginan” bukan lagi syarat yang perlu untuk mewujudkan perdagangan.

Ciri-ciri Perekonomian Uang

Suatu perekonomian yang menggunakan uang sebagai perantara dalam kegiatan tukar menukar (perdagangan) dikenal sebagai perekonomian uang. Boleh dikatakan seluruh masyarakat yang terdapat di dunia ini perekonomiannya mempunyai sifat-sifat yang dapat digolongkan sebagai perekonomian uang.

Namun demikian sampai dimana pentingnya uang dalam tiap-tiap masyarakat tersebut adalah berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Dalam perekonomian subsisten uang tidaklah terlalu penting peranannya karena kegiatan perdagangan masih sangat terbatas. Sedangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang uang masih penting sekali peranannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kemajuan perekonomian akan menyebabkan peranan uang menjadi semakin penting dalam perekonomian.

Spesialisasi dan Perdagangan

Pertama-tama, gambaran itu menunjukan bahwa petani kayu dan tukang jahit tidak perlu menghasilkan semua barang yang mereka ingini. Yang mereka perlu melakukan adalah melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang sehingga dapat dihasilkan dengan cara yang paling efisien. Maka petani akan menghasilkan bahan makanan, tukang kayu menghasilkan peralatan pertanian dan peralatan rumah tangga, dan tukang jahit menghasilkan pakaian.


Remove Formatting from selection








Pelaku-pelaku Kegiatan Ekonomi
Di dunia ini setiap orang melakukan kegiatan ekonomi yang berbeda dengan orang lainnya. Dalam analisis ekonomi tidak mungkin untuk menyebutkan kegiatan mereka secara satu persatu dan sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan. Yang perlu diperjelaskan adalah garis besar dari corak kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh berbagai golongan masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini cukuplah apabila pelaku-pelaku kegiatan ekonomi dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu: rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Masing-masing golongan ini menjalankan peranan yang sangat berbeda dalam suatu perekonomian. Berikut ini diuraikan peranan mereka dalam kegiatan perekonomian negara.

Rumah Tangga

Rumah Tangga adalah pemilik berbagai factor produksi yang bersedia dalam perekonomian. Sektor ini menyediakan tenaga kerja dan tenaga usahawan. Selain itu sektor ini memiliki factor-faktor produksi yang lain, yaitu barang-barang modal, kekayaan alam, dan harta tetap seperti tanah, dan bangunan.

Tenaga kerja menerima gaji dan upah, pemilik alat-alat modal menerima bunga, pemilik tanah dan harta tetap lain menerima sewa, dan pemilik keahlian keusahawanan menerima keuntungan.

Berbagai jenis pendapatan tersebut akan digunakan oleh rumah tangga untuk dua tujuan. Yang pertama adalah untuk membeli berbagai barang ataupun jasa yang diperlukannya. Dalam perekonomian yang amsih rendah taraf perkembangannya, sebagian besar pendapatan yang dibelanjakan tersebut digunakan untuk membeli makanan dan pakaian, yaitu keperluan sehari-hari yang paling pokok. Pengeluaran-pengeluaran lain seperti untuk pendidikan, pengangkutan, perumahan, dan rekreasi menjadi sangat bertambah lebih penting. Di samping dibelanjakan, pendapatan yang diterima rumah tangga akan disimpan atau ditabung. Penabung ini dilakukan untuk memperoleh bunga atau deviden. Tabungan ini juga berfungsi sebagai cadangan dalam menghadapi berbagai kemungkinan kesusahan dimasa depan.

Sumber : Buku Mikro Ekonomi “ Teori Pengantar” Edisi Ketiga

Pencipta : Sadono Sukirno

Kesimpulan :

Akan tetapi di samping itu dengan jelas dapat pula dilihat bahwa pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat. Juga di negara-negara berkembang seperti India, Malaysia, Filipina dan negara kita sendiri, pola kegiatan ekonomi yang seperti ekonomi yang seperti itu dapat dengan jelas dilihat.

Permasalahan Dasar Ekonomi

Mekanisme Ekonomi

Dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang relatif tidak terbatas, padahal sumber daya relatif terbatas, setiap masyarakat dihadapkan pada suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemilihan penggunaan sumber daya yang tersedia. Permasalahan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga dan dikenal sebagai permasalahan dasar ekonomi. Ketiga permasalahan dasar ekonomi itu adalah :

  1. Pemilihan penggunaan sumberdaya dalam kaitannya dengan penetuan tentang barang dan jasa apa yang harus dihasilkan oleh masyarakat itu.
  2. Bagaimana cara menghasilkan barang dan jasa itu.
  3. Untuk siapa barang dan jasa itu dihasilkan.

Permasalahan tentang pemilihan barang dan jasa yang harus dihasilkan oleh sesuatu masyarakat, baik kuantitas, kualitas, maupun jenisnya, bergantung pada preferensi masyarakat itu sejalan dengan tersedianya sumberdaya. Dengan kata lain, apabila seluruh sumberdaya yang tersedia dalam masyarakat atau negara itu digunakan (tentu saja yang mau dan mampu), maka masalah pemilihan itu secara sederhana tidak lain adalah masalah pemilihan salah satu titik pada kurve kemungkinan produksi negara tersebut.

v Mekanisme Perencanaan Pusat

Mekanisme perencaan pusat adalah mekanisme yang mengatur jalannya kegiatan ekonomi melalui rencana yang dibuat oleh pemerintah pusat atau badan pusat yang khusus dibentuk maksud tersebut oleh pemerintah. Rencana pusat itu berfungsi sebagai alat pengatur semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi yang merupakan salah satu unsur dalam sistem perekonomian suatu negara. Interaksi antar para pelaku ekonomi, yaitu rumah tangga individu, rumah tangga pemerintah, dan rumah tangga perusahaan swasta (untuk Indonesia ditambah rumah tangga koperasi yang mempunyai peranan yang sangat menentukan) dalam usahanya mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan dilakukan dengan cara memecahkan.

Apabila mekanisme ini dapat benar-benar dilaksanakan secara optimal tanpa terjadinya pemborosan sumber daya yang merugikan bagi ekonomi nasional. Penganguran, baik manusia maupun alat produksi, tidak akan terjadi karena semua tenaga kerja maupun alat produksi yang tersedia sepenuhnya dikuasai oleh negara sehingga dapat digunakan sesuai dengan rencana pemerintah. Produksi benar-benar dilakukan sesuai dengan kebutuhan, menurut perkiraan pemerintah, sedang konsumsipun diatur menurut keperluan masing-masing sebagaimana diduga oleh pemerintah.

Mekanisme perencanaan pusat lebih sering berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan ekonomi dalam garis besarnya saja, sedangkan pelaksanaan kegiatan ekonomi yang berlingkup kecil lebih sering berjalan mengikuti prinsip mekanisme pasar.

v Mekanisme Pasar

Mekanisme Pasar adalah mekanisme yang mengatur berlangsungnya kegiatan ekonomi melalui pasar (pasar bukan berati pasar fisik seperti pasar Beringharjo, pasar Kliwon, pasar Tanah Abang, dan sebagainya, tetapi pasar dalam artian pertemuan antara pembeli barang dan jasa dengan penjual barang dan jasa tersebut).

Di pasar inilah para pelaku ekonomi bertemu untuk melakukan transaksi dan interaksi dalam kerangka perwujudan usaha mereka untuk mencapai tujuan mereka masing-masing, yaitu memperoleh kepuasan yang sebesar mungkin dari para penjual. Bagi para pembeli, khususnya para rumah tangga individu, usaha untuk memperoleh barang dan jasa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam hal ini maka rumah tangga individu harus mengambil keputusan untuk mengalokasikan dana yang tersedia guna membeli barang dan jasa yang mampu memberikan kepadanya kepuasan yang optimal.

Sistem harga di pasar dengan demikian berfungsi seperti tangan yang mengatur segala kegiatan ekonomi tetapi yang tidak kelihatan, jadi berbeda dengan sistem pengaturan melalui undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan dan sebagainya. Karena itu sistem harga itu (mengikuti Adam Smith) disebut sebagai tangan gaib. Seperti pada sistem perencanaan pusat yang murni, maka sistem mekanisme pasar bukan merupakan anarkhi, namun sulit dimengerti kalau ada negara yang pemerintahnya melepaskan sama sekali kendali perekonomian negaranya pada sebuah mekanisme yang tidak dapat dikontrolnya. Karena itu negara manapun campur tangan pemerintah dalam bidang ekonomi selalu ada, walaupun dalam derajat yang tidak sama besarnya.

Dalam pemikiran Adam Smith, kegiatan masing-masing satuan ekonomi dalam usahanya untuk memperoleh apa yang terbaik baginya justru akan menimbulkan suatu mekanisme yang dapat berjalan secara teratur. Karena itu campur tangan pemerintah untuk ikut mengatur jalannya roda perekonomian haruslah dibuat seminimal mungkin agar tidak mengganggu bekerjanya si tangan gaib. Menurut Smith campur tangan pemerintah hanyalah dalam tugas :

a) Mempertahankan negara terhadap serangan dari luar.

b) Melaksanakan tata hukum dan peradilan di dalam negeri.

c) Membangun dan melaksanakan berbagai pekerjaan umum dan pihak swasta karena keuntungan yang diharapkan dari usaha itu tidak memadai walaupun faedah bagi masyarakat seluruhnya adalah sangat besar.

Distribusi pendapatan yang tidak merata menimbulkan pola konsumsi dan pola yang efisien dilihat dari segi alokasi sumberdaya, tetapi dilihat dari segi masyarakat tidak terlalu demikian, karena pola itu tidak benar-benar mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat banyak. Disamping itu persaingan yang diharapakan mampu mengalokasikan barang dan sumber daya secara efisien seringkali tidak mampu berbuat demikian karena (a) kurang tepatnya perhitungan yang menyangkut faedah dan ongkos produksi dan konsumsi (faktor eksternalitas); (b) kurang memperhitungkan kebutuhan social, mobilitas sumberdaya yang terbatas dan memerlukan waktu, serta ketidakmampuan mekanisme pasar untuk tetap mempertahankan kondisi kesempatan kerja penuh bagi sumberdaya yang dipakai, dan (c) kerja sama para perusahaan dalam menentukan harga dan kuantitas barang yang dijual di pasar. Untuk mengatasi hal itulah campur tangan pemerintah menjadi semakin dalam dan luas, sehingga mekanisme pasar yang ada pada waktu sekarang bukan lagi mekanisme pasar yang murni sebagai mana diinginkan oleh Adam Smith, bahkan di banyak negara mekanisme pasar berfungsi bersama dengan mekanisme perencanaan untuk mengarahkan jalannya roda perekonomian agar lebih sesuai dengan keinginan bersama seluruh masyarakat negara tersebut.

Sumber : Buku Ekonomika Makro “Seri Diktat Kuliah”

Penerbit Gunadarma

Kesimpulan :

A. Setiap masyarakat ekonomi menghadapi tiga permasalahan dasar ekonomi, yaitu penentuan tentang barang dan jasa apa yang akan dihasilkan, bagaimana cara menghasilkan barang dan jasa tersebut, serta untuk siapa barang dan jasa itu dihasilkan.

Usaha memecahkan permasalahan dasar ekonomi itu bergantung pada pandangan hidup masing-masing masyarakat ekonomi itu yang bentuk riilnya terlihat dari mekanisme yang digunakan.

Mekanisme yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dasar itu dapat berupa mekanisme pasar, mekanisme perencanaan pusat, dan campuran serta koordinasi antara kedua mekanisme itu.

B. Mekanisme perencanaan pusat adalah mekanisme yang digunakan untuk mengatur jalanya roda perekonomian melalui rencana yang dibuat oleh pemerintah pusat atau badan pusat yang khusus dibentuk untuk tujaun tersebut.

C. Mekanisme pasar atau mekanisme harga adalah mekanisme yang digunakan untuk mengatur jalanya roda perekonomian melalui pasar atau sistem harga yang dibentuk di pasar.